Friday, April 24, 2009

Perselisihan antara Fatimah Az Zahra dan Abu Bakar


Masalah ini juga telah disepakati kebenarannya oleh dua mazhab, Sunnah dan Syi'ah. Orang yang insaf dan berakal tidak akan dapat lari kecuali harus mengatakan bahwa Abu Bakar berada pada posisi yang keliru dalam perselisihannya dengan Fatimah, dan ia tidak bisa menolak fakta bahwa Abu Bakar pernah menzalimi Penghulu Alam semesta ini. Mereka yang menelaah sejarah ini dan mengetahui seluk-beluknya secara rinci akan tahu pasti bahwa Abu Bakar pernah mengganggu Siti Fatimah az-Zahra' dan mendustakannya secara sengaja, agar Fatimah tidak mempunyai alasan untuk berhujjah dengan nash-nash al-Ghadir dan lainnya akan keabsahan hak khilafah suaminya dan putra-bapa saudaranya, yakni Ali bin Abi Thalib. Kami telah temukan bukti-bukti yang cukup kuat dalam hal ini.

Diantaranya adalah, seperti dikatakan oleh ahli sejarah bahwa Fatimah az-Zahra', (semoga Allah melimpahkan padanya kesejahteraan) pernah keluar mendatangi tempat-tempat pertemuan kaum Anshar dan minta mereka membantu dan membai'at Ali. Mereka menjawab: "Wahai putri Rasulullah, kami telah berikan bai'at kami pada orang ini (Abu Bakar). Seandainya suamimu dan putra pamanmu mendahului Abu Bakar niscaya kami tidak akan berpaling darinya." Ali berkata: "Apakah aku harus tinggalkan Nabi di rumahnya dan tidak kuurus jenazahnya, lalu keluar berdebat tentang kepemimpinan ini?" Fatimah menyahut, "Abul Hasan telah melakukan apa yang sepatutnya beliau lakukan, sementara mereka telah melakukan sesuatu yang hanya Allah sajalah akan menjadi Penghisab dan Penuntutnya."1

Seandainya Abu Bakar memang berniat baik dan keliru maka kata-kata Fatimah telah cukup untuk menyadarkannya. Tetapi Fatimah masih tetap marah padanya dan tidak berbicara dengannya sampai beliau wafat. Karena Abu Bakar telah menolak setiap tuntutan Fatimah dan tidak menerima kesaksiannya, bahkan kesaksian suaminya sekalipun, akhirnya Fatimah murka pada Abu Bakar sampai beliau tidak mengizinkannya hadir dalam pemakaman jenazahnya, seperti yang dia wasiatkan pada suaminya Ali. Fatimah juga berwasiat agar jasadnya dikuburkan secara rahasia di malam hari tanpa boleh diketahui oleh mereka yang menentangnya.2 Untuk pembuktian ini saya sendiri telah berangkat ke Madinah untuk memastikan kebenaran fakta sejarah ini. Di sana kudapati bahwa pusaranya memang masih tidak diketahui oleh siapa pun. Sebagian berkata ada di Kamar Nabi, dan sebagian lain berkata ada di rumahnya yang berhadapan dengan Kamar Nabi. Ada juga yang berpendapat bahwa pusaranya terletak di Baqi', di tengah-tengah pusara keluarga Nabi yang lain. Tapi tiada satupun pendapat yang berani memastikan dimana letaknya.

Alhasil, aku berkesimpulan bahwa Fatimah az-Zahra' sebenarnya ingin melaporkan kepada generasi muslimin berikutnya tentang tragedi yang disaksikannya pada zamannya, agar mereka bertanya-tanya kenapa Fatimah sampai memohon pada suaminya agar dikebumikan di malam hari secara sembunyi dan tidak dihadiri oleh siapa pun. Hal ini juga memungkinkan seorang muslim untuk sampai pada sebuah kebenaran lewat telaah-telaahnya yang intensif dalam bidang sejarah.

Aku juga mendapati bahwa penziarah yang ingin berziarah ke kuburan Utsman bin Affan terpaksa harus menempuh jalan yang cukup jauh agar bisa sampai ke sudut akhir dari wilayah tanah pekuburan Jannatul Baqi'. Di sana dia juga akan dapati bahwa kuburan Utsman berada persis di bawah sebuah dinding, sementara kebanyakan sahabat lain dikuburkan di tempat yang berhampiran dengan pintu masuk Baqi'. Hatta Malik bin Anas, imam mazhab Maliki, seorang tabi'it-tabi'in (generasi keempat setelah Nabi) juga dikuburkan dekat dengan istri-istri Nabi.

Hal ini bagiku bertambah jelas apa yang dikatakan oleh ahli sejarah bahwa Utsman dikuburkan di Hasy Kaukab, sebidang tanah milik seorang Yahudi. Pada mulanya kaum muslimin melarang jasad Utsman dikebumikan di Baqi'. Ketika Mua'wiyah menjabat sebagai khalifah dia beli tanah milik si Yahudi, kemudian memasukkannya sebagai bagian dari wilayah Baqi', agar kuburan Utsman juga termasuk di dalamnya. Mereka yang ziarah ke Baqi' pasti akan dapat melihat hakekat ini dengan jelas sekali.

Aku semakin heran ketika kuketahui bahwa Fatimah az-Zahra' AS adalah orang pertama yang menyusul kepergian ayahnya. Antara wafat Rasul dengan wafat Fatimah hanya dipisahkan selang waktu enam bulan saja. Demikian pendapat sebagian ahli sejarah. Tapi —anehnya— beliau tidak dikuburkan disisi makam ayahnya!

Apabila Fatimah Zahra' berwasiat agar dikebumikan secara rahasia, dan beliau tidak dikuburkan dekat dengan pusara ayahnya seperti yang disebutkan di atas, lalu apa pula gerangan yang terjadi dengan jenazah putranya Hasan yang tidak dikuburkan dekat dengan pusara datuknya Muhammad SAWW? Ummul-mukminin Aisyah melarang jasad Hasan dikebumikan di sana. Ketika Husain datang untuk mengebumikan saudaranya Hasan di sisi pusara datuknya, Aisyah datang dengan menunggangi baghalnya sambil berteriak, "jangan kuburkan di rumahku orang yang tidak kusukai!" Bani Umaiah dan Bani Hasyim nyaris perang. Tetapi Imam Husain kemudian berkata bahwa dia hanya membawa jenazah saudaranya untuk "tabarruk" pada pusara datuknya, kemudian dikuburkan di Baqi'. Imam Hasan pernah berpesan agar jangan tertumpah setetes pun darah karenanya.

Dalam konteks ini Ibnu Abbas mendendangkan syairnya kepada Aisyah:
Kau tunggangi onta3
Kau tunggangi baghal4
Kalau kau terus hidup
kau akan tunggangi gajah
Sahammu kesembilan dari seperdelapan
tapi telah kau ambil semuanya

Ini adalah contoh dari rangkaian fakta yang sungguh mengherankan. Bagaimana Aisyah mewarisi semua rumah Nabi sementara istri-istri beliau berjumlah sembilan, seperti yang diungkapkan oleh Ibnu Abbas di atas?

Apabila Nabi tidak meninggalkan harta waris seperti yang disaksikan oleh Abu Bakar kerananya dia melarangnya dari Fatimah, lalu bagaimana Aisyah dapat mewarisi pusaka Nabi? Apakah ada dalam AlQuran suatu ayat yang memberikan hak waris pada isteri tapi melarangnya dari anak perempuan? Ataukah politik yang telah merubah segala sesuatu sehingga anak perempuan diharamkan dari menerima segala sesuatu dan si isteri diberi segala sesuatu?

Saya akan membawakan suatu kisah yang diceritakan oleh sebagian ahli sejarah. Cerita ini ada kaitannya dengan hak pusaka ini.

Ibnu Abil-Hadid al-Mu'tazili dalam bukunya Syarhu Nahjil Balaghah pernah berkata: "Suatu hari Aisyah dan Hafshah datang kepada Utsman pada tempoh pemerintahannya. Mereka minta agar pusaka Nabi tersebut diberikan kepada mereka. Sambil membetulkan cara duduknya, Utsman berkata kepada Aisyah:" Engkau bersama orang yang duduk ini pernah datang membawa seorang badui yang masih hadas menyaksikan Nabi SAWW bersabda: "Kami para Nabi tidak meninggalkan harta pusaka." Jika memang benar bahwa Nabi tidak meninggalkan sebarang warisan, lalu apa yang kalian minta ini? Dan jika memang Nabi meninggalkan warisan pusaka, kenapa kalian larang haknya Fatimah? Lalu Aisyah keluar dari rumah Utsman sambil marah-marah. 5
[1] Tarikh al-Khulafa jil. 1 hal.19; Syarh Nahjul Balaghah Oleh Ibnu Abil Hadid.
[2] Shahih Bukhori jil.3 hal.36; Shahih Muslim jil. 2 hal. 72.
[3] Mengimbas peperangan Jamal ketika beliau menunggangi onta.
[4] Mengimbas ketika beliau menunggangi baghal dalam usaha menghalangi Hasan dari dikuburkan dekat pusara datuknya.
[5] Syarh Nahjul Balaghah Ibnu Abil Hadid jil. 16 hal. 220-223.

4 comments:

  1. makin kita dlami semua ni..mkn kita keliru..
    yang mana fakta dan yang mana auta yang dihasilkn untuk mengabui mata umat islam.subhanaalah....

    ReplyDelete
  2. Fitnah bgt luh,,,ahli sjarahya sapa woy,,,bikin blog ngasal aja,,,fitnah,sama aja lo kaya dajal,apa lo orang fasik,smpe2 bikin blog simpang siur mnyudutkan abu bakar,aisyah,fatimah,n ali,
    Jgan2 lo yahudi n nasrani yg berpura2 nge share tntg blog ni,dasar majusi lo,

    ReplyDelete
  3. Ya Allah berilah kami petunjukMu

    ReplyDelete
  4. Ya Alloh hanya kepada Mu lah kembalinya segala urusan

    ReplyDelete